“Gue cuma mau liat elo senyum lagi din, 1 kali…aja!!” pinta Andra,
sahabat karibku sejak kelas 2 SMA itu dengan tatapan redupnya.
Argh! bosan aku mendengar
permohonannya yang itu-itu saja, gak kreatif!
“Dateng yach malem ini, please..” lanjutnya lagi setelah
menatapku yang tetap tak acuh.
Dan karna rayuannya itu, senyumannya itu, dan matanya yang segaris
itu, juga berkat dukungan penuh orangtuaku, akhirnya, meski dengan wajah
tertekuk, aku mengangguk.
Alunan rintik-rintik hujan mulai
menemaniku dalam genggaman sang raja malam, suara vokalis, bass, dan drum yang
riuh, beradu dengan gelak tawa teman-temanku, yang berdengung bagai sarang
lebah ditelingaku..
“Nah, kali ini pasti elo gak bisa jawab lagi dech Din, ehm.. 10 x +
=….???”
Tanya Andra padaku. Itu
leluconnya yang entah sudah keberapa puluh kalinya ia lontarkan untuk menarik
senyumku keluar dari pertapaannya. Namun tetap saja dengan ekspresi datar aku menggeleng,
bukan tak tau, tapi..tak mau tau.
“Sepuluh kali tambah, yach kenyang donk din…!! elo hawa apa
rakus!!!” hahaha hihihi huhuhu hehehe hohoho teman-temanku yang mendengar makin
terpingkal-pingkal dibuatnya. Padahal apa lucunya sich..! uuughh..!! keruhnya
suasana malam ini, berisik sekali!
Malas. aku berdiri hendak
beranjak dari tempat menyebalkan itu, karna aku benci tawa itu, benci keceriaan
itu, benci kebahagiaan yang mereka tawarkan itu, tapi tiba-tiba andra menarik
lenganku.
“Jangan
pergi…, gue cuma mau liat elo senyum
lagi, din” mata sipit Andra menyelam ke dalam mataku, tapi aku tetap tak peduli
& menjauh menuju sudut ruangan, mengasingkan diri dari kebenaran hasratku
sendiri.
Alunan musik, featuring
gelak tawa teman-temanku masih terdengar ramai, tapi hatiku sunyi..
SENYUM…
Mengapa kata itu tiba-tiba saja
menjadi angker ditelingaku? Mendengarnya saja aku tak ingin, apalagi untuk
melakukannya, walau hanya 1 detik saja! Dengan senyum hidup terasa lebih mudah
dan menyenangkan, tapi itu dulu.. sebelum senyumku terenggut sebulan yang lalu.
Lampu disco yang berputar di langit-langit ruangan menimbulkan berkas
warna-warni yang bergerak timbul lenyap, putarannya yang teramat cepat
menciptakan tabir putih yang tiba-tiba saja hadir dipelupuk mataku. Didalamnya
samar-samar beredar beberapa kejadian silam yang mulai nyata dalam ingatanku.
Action. Aku tersenyum lebar setelah membaca pengumuman di Koran.
Adinda Maharani - jurusan FKIP Biologi, yupz!
Aku satu-satunya murid di SMA ku yang diterima di PTN melalui jalur PKAB.
Terbayar sudah jerih payah ayah yang telah susah payah menarik becaknya untuk
menyekolahkanku. AKU BERHASIL AYAH…BUNDA…!!
Senyumku kian lebar dan tak lama kemudian berubah menjadi tawa yang
begitu renyah, riang memecah kesunyian subuh di areal rumahku. Disolve. aku memasuki gerbang sekolahku,
yang berdiri angkuh menyambutku, tidak dengan berjalan, tapi dengan
bertumbuk-tumbukan menjumpai tangan beruluh-puluh teman-temanku yang siap untuk
melontarkan ucapan ”terima kasih” yang bertubi- tubi, siap untuk menceraikan
rambutku, dan siap pula untuk menagih janji yang tersimpan disaku ku, bukan
berupa rupiah, apalagi dollar, melainkan janji berupa 100 porsi soto mie di
kantin bu Marni. Cut. aku mengikuti
ujian nasional dengan penuh percaya diri, sangat percaya diri, dan mungkin..
terlalu percaya diri. Hingga setiap butir soal hanya ku kerjakan sendiri,
seorang diri. disolve. hari pengumuman
tiba. Dissolve, close up. Dari
selembar kertas bertuliskan nama, kelas dan nomor UN ku, aku mengetahui bahwa
ternyata aku dinyatakan TIDAK LULUS..!!
Impianku hancur seketika, harapan ku musnah dan senyumku
hilang, entah kemana…!! mungkin
tenggelam di samudera hindia, antartika /terbang ke luar angkasa…
AKU TAK BERDAYA.
Dissolve. berpuluh-puluh
tangan menghampiriku, bukan untuk menjabat tanganku, melainkan untuk merangkul
pundakku, coba meredam bara kekecewaanku, menghibur laraku, tapi tak mampu.. Disolve. Orangtuaku menjerit, bukan atas
ketidaklulusanku, tapi karna melihatku tengah berdiri di rel kereta api,
sementara kereta dihadapanku siap untuk menjemput kematianku. Disolve. Andra mendorong tubuhku, hingga
kami terlempar ke pinggir rel. Meski ragaku utuh, tapi batinku telah jatuh ke
dalam jurang putus asa yang tak terhitung kedalamannya oleh siapapun &
apapun jua.
“Hoi…!!!” hentakkan tangan dibahuku menghilangkan satu per satu
kepingan mozaik lamunan dalam anganku.
“Gue boleh duduk disini?” Tanya Andra
“Sejak kapan elo minta izin kalo mau ganggu gue?!” sahutku, dingin.
Andra tertawa, nggak jelas apa yang membuatnya geli.
“Udah donk Din, jangan murung terus.., kalo tiba-tiba elo kesambet,
gimana? kan gue yang ribet angkat elo, berat! hehe” aku tetap diam, tak berniat
menanggapi.
“Tapi mendingan sich kalo elo kesambetnya ama jin mustofa* dari
Timur tengah, dia kan
lucu.. ketawa mulu kerjaannya, hahahahahahahahahachiiiimmmm!”ujarnya lagi,
jayus!
“Gue kan
kangen sama senyum maut elo Din, senyum manis dengan mutu terbaik yang di
produksi dari wajah best seller,
ehm.. Miss Indonesia aja kalah dech! ucapnya
lagi, seolah bicara pada dirinya sendiri.
“( menarik nafas dalam - dalam lalu dihembuskan perlahan) huughh,
sayangnya senyum itu udah jadi barang langka …., gak bisa lagi gue nikmatin
tiap hari, cuma karna 1 event yang
gak penting….”
“Duarrr!!” Aku memukul meja, emosi. Kurasakan ada getaran dahsyat
yang mengguncang dadaku.
“ELO BILANG GAK PENTING!!”
Sentakku geram, Andra tercekat.
“Kelulusan itu berarti banget buat gue, dra! Karna itu adalah
peletakkan batu pertama dari gedung impian yang selama ini gue bangun!”
teriakan ku membahana.
“Gue bisa lolos PTN Dra! Itu artinya gue udah punya tiang-tiang
dasar pembentuk kontraksi bangunan gue…! Tapi buat apa?! Hah!??! buat apa semua
itu kalo pondasinya aja gagal gue raih! Gue manusia gagal dra! gue…”
“tapi Colonel Sanders , B.J Habibi, bahkan pahlawan-pahlawan
kita dulu juga pernah gagal, Din…, sebelum impian mereka tercapai..” sela Andra
“Elo gak akan pernah ngerti Dra! gue terlalu percaya diri waktu
ujian! gue gak bisa bahagiain orangtua gue! gue anak gak berguna! dan elo gak
akan pernah tau gimana rasanya! karna elo lulus dra! elo gak pernah gagal…!!!” aku
menyerangnya bertubi-tubi, tak sedikitpun memberinya kesepatan untuk membela
diri.
“Gue benci elo Dra!! sadar gak sich!!” Andra tertunduk
“Harusnya elo gak nolong gue waktu itu! harusnya gue udah mati
sekarang, harusnya…”
“Prakk!!” tamparan Andra mendarat dipipiku, meluapkan air mata yang
selama ini telah susah payah aku bendung sejak hari pengumumam itu.
Yach.. t’lah kucoba menyembunyikan keterpurukanku dalam canda, tapi
tak bisa…., ku coba menangis dan berteriak tanpa henti, tapi aku tak kuasa, hingga
akhirnya aku menjadi seorang Poker face,
tanpa kata, tanpa air mata, apalagi tawa.. yang ada hanya diam seribu bahasa,
tapi malam ini bulir-bulir air mata berlomba keluar dari kelopak mataku, tanpa
sanggup kubendung.
Sunyi.
Aku tak tau mengapa Andra menamparku, tapi ingin tau.. karna yang
aku tau ia selalu mencoba mengembalikan keceriaan ku, dengan berbagai cara ia
mulai menghiburku, mulai dari mengerahkan seisi sekolah untuk mengamen
dirumahku, menjadi badut sambil membacakan serial sinchan kesayanganku, hingga
menghabiskan jatah uang jajannya selama sebulan hanya untuk mengadakan party dadakan seperti malam ini, adalah
hal luar biasa yang telah biasa menemani hari-hariku akhir-akhir ini.
Lantai tempatku berdiri telah berubah menjadi sebuah panggung drama,
para penonton talah riuh berbisik dan menelisik, apa sesungguhnya yang tengah
terjadi pada kedua tersangka, sang tokoh utama, Aku dan Andra..
“Elo bilang gue gak ngerti apa-apa??!” suara Andra meninggi, melahirkan
keheningan yang sungguh nyata.
Aku bisu..
“Gue mungkin cuma tau perasaan elo setipis kulit bawang Din, tapi
gue juga pernah gagal ..!” Andra menatapku lurus, dalam sekali.
“Sebelum gue pindah kesini, gue juga pernah jadi satu-satunya murid
yang gak lulus di SMP gue! gue juga pernah gagal masuk SMA negeri, gagal naik
kelas walau gue udah belajar setengah mati! Gue juga gak bisa jadi anak yang
baik, karna gue udah gagal untuk menggagalkan perceraian orangtua gue! bahkan
sampai nyokap gue meninggal, gue gak bisa ngasih kebanggan apapun! dan akhirnya
gue tinggal sama bokap gue disini..”
Aku , takjub, sangat takjub. Mengapa
aku tak penah berfikir untuk menanyakan alasannya pindah ke sekolahku 2 tahun
yang lalu?”
“Gue juga sempet terpuruk Din, sama kayak yang elo rasain sekarang..
tapi gue inget lagi pesan nyokap gue. Bahwa butuh bara api yang sangat panas
untuk membentuk besi menjadi sesuatu yang berguna! waktu yang kita punya akan
habis dan sia-sia hanya untuk meratapi kegagalan dan merasakan sakitnya..”
Hatiku perih mendengarnya, tak ada ait mata, hanya kepedihan yang
teramat dalam kulihat di telaga bening matanya.
Aku kaku.
“Semua cobaan hidup pasti ada hikmahnya Din, kita bukan satu-satunya
orang yang paling merana di dunia. Dunia juga gak akan berhenti berputar, karna
hidup seperti roda, dan gak ada yang tau kapan kita berada diatas atau
dibawah..”
Aku tergugu..
“Seperti air laut, hidup pun kadang bergelombang, kadang tenang
tanpa masalah, kadang beriak kecil, tapi suatu saat, gelombang besar pasti akan
menghadang, dan kita butuh pegangan untuk tetap bertahan..”
“Dan elo tau apa yang gue jadiin pegangan, disaat satu per satu
orang yang gue sayang pergi ninggain gue?”
Aku nelangsa..
“Doa dan Senyum, cuma itu…”
“Karna dengan do’a gue merasa lebih kuat, dan dengan senyum, semua
yang gue lewatin jadi lebih mudah dan menyenangkan..”
Matanya berkilat, menahan bulir bening yang mendesak ingin keluar
dari bola matanya.
“Elo masih punya banyak harapan Din…, elo masih bisa menata lagi
pondasi gedung elo dengan ikut ujian paket C, karna kehidupan diluar sana lebih keras dan
kejam dari yang pernah kita bayangin..”
“Gue cuma mau liat sahabat gue bangkit, gue gak mau liat elo
terus-terusan terpuruk, gue cuma mau liat elo bisa tersenyum lagi din.., karna
gue.. , karna gue sayang elo din..!”
Dua tetes air matanya jatuh ke lantai, baru pertama kalinya kulihat
Andra patah, terlihat sudah kerapuhan batinnya yang selama ini hanya Ia simpan
seorang diri di folder pemberian Tuhan bernama hati.. dan tak lama kemudian, ia
berlari keluar rumah.
Aku sermakin bisu, kaku dan
mungkin telah menjadi gagu. tak peduli tatapan penonton disekitarku,..,perasaanku
beradu antara kagum vs malu, malu
atas kegagalanku melawan egosentris
dan nafsu.
Tapi ini bukan saatnya untuk malu. karna kurasakan adanya sesuatu
yang menekan perasaanku, sesuatu itu bukan benda / manusia, tak jelas hakikatnya,
yang jelas, sesuatu itu menuntut agar dicarikan pembebasan & pelaksanaannya.
Yach, aku berlari.. berlari menerobos hujan yang mulai deras, tujuanku
1, menemukan sang penyelamat jiwa &
raga, aku tak mengerti, pikiranku terarah detik itu juga, terarah untuk memulai
kehidupan yang lebih hidup, tak terkalahkan oleh aral yang merintang.
Di seberang jalan kulihat Andra masih berlari, dan aku hampir
berhasil mengejarnya, tatapan ku makin cepat membidik sasaran, tak ingin sang
pahlawan hilang dari pandangan.
Tapi celaka! sebuah mobil avanza
dari arah Rajabasa** melintas tepat di depan tubuh Andra.
Aku lekas berlari dan mendorongnya hingga Ia tersungkur di pinggir
jalan.dan Aku berhasil membalas pertolongannya atas nyawaku di rel kereta api dahulu..
Akhirnya mobil itu dapat kembali melaju kencang, menggemuruh, menyisakan
bunyi ngilu.., yach.. tak murni bunyi itu, sebab tercampur suara teriakanku
memecah kebisingan malam, karna tubuhku telah terseret badan mobil hingga
terlempar ke sisi jalan, dalam sekejap darahku bercampur genangan air hujan.
Tak lama mulai nyata pandanganku menatap kerumunan orang di sekelilingku,
tapi bukan mereka yang ku mau..! ku putar lagi mataku perlahan ke sisi kanan
dan akhirnya mataku tertancap pada 1 sosok tubuh yang telah menyelamatkan
batinku selampau yang lalu, dan telah kuselamatkan jiwanya beberapa detik yang
lalu.
Sayup- sayup kudengar Andra terisak seraya memijit-mijitkan jari
tangannya ke tombol handphonenya.
“Gue sayang elo Din..” ucapnya terbata, kalut.
Kuraih tangannya dengan telapak tanganku yang telah bersimbah darah,
sebagai ucapan terima kasih yang tak terbalas oleh apapun, kuberikan untuknya
yang selama ini Ia pinta dariku, kuberikan sesuatu itu dengan tulus, apa
adanya. Sebagai persembahan terakhirku atas perjuangannya dalam mengembalikan
kehadiran sesuatu itu dalam diriku.
Senyum..
Yach…, senyum terakhir itu, senyum abadi yang t’lah hilang
kekakuannya dari wajahku, karna setelah itu, Ia tak pernah bisa melihatku
tersenyum lagi..
Cat:
* Jin mustofa :
Tohoh Jin dalam sinetron Jin & Jun
**Rajabasa: Terminal Bus di Bandar Lampung
31 mei 2009
Dear
Smanamlas n’ Dubelpasa, artyasa sayang kalian,
Selamanya . .
Moga
tahun ni SMAN 16 lulus 100% lagi ya..!!amiinn..
0 Response to "SENYUM ABADI..... (Tulisan tuk Radar Masa kelulusan SMA)"
Post a Comment