Oleh: Tyas Rosawinda. Kh
Kata-kata ‘Paman’ Gie itu segera menyentak saya ke jurang pendalaman, tentang selaput tipis antara
idealisme, Permusuhan, dan Persaudaraan. IDEALISME. Bukankah Nasionalisme tidak hanya lahir
dari jargon-jargon membara?
humanisme bukan sekedar hipokrasi latah atas dasar ikut-ikutan demi tujuan
kekuasaan, seorang yang
idealis bukanlah seorang arogant yang menolak semua yang tidak sesuai dengan
hidupnya dan membenci segala yang berlawanan dengan hatinya? Sang idealis
adalah seorang yang bijak, yang anti
tawuran atau berdemonstrasi hanya
untuk memuaskan nafsu dan merasa penting untuk sesaat, lalu mulai
merusak.
Gerakan mahasiswa tidak hanya
bisa digulirkan dalam
bentuk aksi-aksi jalanan, juga bisa
diungkapkan dalam bentuk essai, opini atau tulisan di koran-koran mahasiswa bahkan media cetak. Itulah sebabnya nabi muhammad dicintai
banyak orang termasuk musuh-musuh beliau, sebab beliau bisa menyelesaikan
masalah tanpa menjual idealisme serta pemahamannya pribadi juga tanpa menyakiti orang lain.
Sains telah mengajari kita
cara untuk menjelajah angkasa bagai elang dan menyelami lautan bagai
lumba-lumba, tapi sains belum bisa mengajari kita cara hidup damai di dunia ini
bagai manusia, yang bisa hidup
dalam kebersamaan dan saling pengertian yang sejati... Sains telah menciptakan 2-4-D untuk memusnahkan tumbuhan liar,
bahkan telah memberikan formula E=MC2 yang dapat menghancurkan
dunia, tapi problema yang dihadapi para
ilmuwan sains sekarang adalah
penyalahgunaan hasil-hasil penemuannya itu. Tidak adanya pengertian dalam jiwa kita, memposisikan sains sebagai penghancur,
bukan sebagai anugerah..
Permusuhan adalah efek dari ketidakmengertian,
dan kekeringan yang paling hebat di dunia ini adalah kekeringan pengertian.
Mengulas sedikit tentang kasus tawuran antar mahasiswa unila yang sempat
booming akhir-akhir ini, pasti
tidak akan jauh-jauh dari permasalahan ego dan idealisme sang “intelektual
muda” yang merasa terusik. Saya menyebut setiap pertengkaran itu sebagai
“dialog para tuli”. Setiap orang hanya ingin dimengerti posisinya, hanya ingin
menyampaikan isi
hatinya, untuk membela diri sendiri, untuk membuktikan bahwa dirinyalah yang benar dan orang lain yang salah. Jarang sekali ada kemauan untuk memahami orang
lain... Kita sering berdalih semua pertikaian itu disebabkan oleh ketidakserasian emosi, padahal hal ini hanyalah
dalil yang diciptakan oleh para
hakim untuk mempermudah kasus perceraian. Sebenarnya tidak ada ketidakserasian
emosi, yang ada hanyalah kesalahfahaman yang bisa diperbaiki bila ada kemauan
untuk itu.
Keinginan untuk rukun dengan
orang-orang yang tidak sepaham dengan kita adalah hal yang sangat krusial. Yang diperlukan dalam persaudaraan
adalah keinginan/ niat yang kuat
untuk saling mengerti, karena kerukunan itu sendiri merupakan suatu
proses. Kita bisa saja selalu
memaafkan orang lain, tapi kita tidak bisa memaksa orang lain untuk selalu memaafkan kita.
Di perkuliahan, persaudaraan
bukan hadir hanya saat kita memerlukan
bantuan/sekedar contekan saat ujian. Di organisasi, persaudaraan tidak hanya
lahir saat membutuhkan subjek guna memperlancar program kerja, lantas
ditinggalkan saat kepungurusan berakhir. Pun dalam kehidupan sehari-hari,
persaudaran ialah hubungan erat tanpa syarat. Tak ada istilah ‘mantan dalam
kamus persaudaraan, yang tetap mengucapkannya hanyalah sedikit dari sekian ribu
orang yang gak punta kamus istilah tata solidaritas.
Begitulah cinta dalam hakikat persaudaraan, cinta yang membuahkan rasa saling pengertian kepada sesama. Cinta
adalah bentuk keberartian dri, eksistensi jiwa dalam hati saudaranya, dia hadir
lewat kebersamaan, dia ada karena adanya rasa saling mengerti, dan dia subur
bersama keinginan untuk memberi.
Idealisme yang salah arti hanya akan menimbulkan permusuhan, dan permusuhan
akan terus menggerus hubungan persaudaraan yang sejati.
(Diterbitkan di Buletin UKMF Natural FMIPA rubrik Opini Oktober 2011)
0 Response to "Idealisme, Permusuhan dan Persaudaraan"
Post a Comment