Rindu, Masih tentangmu ..

Malam ini,
Diantara deras rintik hujan
Dan kencang angin berlalu.
Aku merindukanmu….


Gak ada yang mau berada diluar saat cuaca seburuk itu. Tapi Ia tidak. Ia membutuhkan semuanya. Ia bahkan berpikir akan sangat berterimakasih sekali kalau saja petir mau menyambarnya…

Entah mengapa detik kian dejavu. Membawaku ke barisan silam masa lalu… Bukan kamu yang buat ulah di hatiku.. Tapi mereka.. kebersamaan itu… solidaritas yang nyaris genap 3 tahun lalu menjanjikanku sebuah harapan, ketika mungkin saja_kamu: Malaikatku, benar-benar tak akan pernah kembali hadir menemani dan mencarikan penggantimu, pendamping hidupku…
“Rain… kenapa dulu kamu benci Aku? Dan kenapa sekarang mau percaya aku?”
“Karna dulu Aku cuma benalu.. benalu yang selalu buat malu dan selalu diganggu.. Dan kamu,     cuma kamu yang bisa buatku merasa gak seperti itu…”
“Hmm.. kalo gitu, aku janji… biar nanti aku yang cariin suami buat kamu ya Rain… Karena kamu sahabatku. Dan karena kamu Cuma percaya aku…”
“Aku gak pernah sedikitpun meragukanmu….”
Dia adalah segalanya dalam hidupku. Nama pertama yang ku ingat saat ku buka mata. Dan nama terakhir yang aku ingat sebelum aku tidur. Sahabat yang selalu menjadi dahan disetiap masalah yang tengah kuhadapi. Hanya dia yang mengerti apa yang dikehendaki hati sebelum mulutku mengatakan. Sungguh, hanya Tuhan yang tau apa jadinya hidupku tanpa dirinya.  Ini sama sekali bukan cinta kawan. Bukan Cinta.. Dan jangan sekalipun terkecoh mengartikannya…

Malam ini,
Ketika belasan uvo menyerang
Dan kembali menghancurkan keharmonisan pelangi malamku,
Aku menginginkanmu…

Ia banyak menangis malam ini, berlomba dengan gerimis yang kini jatuh satu-satu. Penyebabnya dapat dipastikan. Tapi yang masih jadi misteri adalah: Kapan berakhirnya tangisan itu? “Menangislah agar luka belasan tahun segera terbayar…”. Ia tak tau kapan Ia harus berhenti menangis. Ia hanya berharap tiap tetes air matanya kan menyembuhkan setiap luka…
Aku menginginkannya. Benar-benar menginginkannya! Hingga tak kuasa menahan diri untuk tak membicarakannya disini. Hingga tak kuasa berkhianat pada lembar-lembar kertas fantasy. Hingga harapku kian membuncah, sekedar mimpi kelak tulisanku disini dapat Ia baca dan fahami. Aku masih menanti. Menantinya yang melebihi pelangi. “Anak kecil yang benar-benar dewasa dimataku. Dan mungkin dimata dunia…”
 “Rain… kenapa kamu gak mau naik sepedaku?”
“Karena aku takut jatuh. Terlalu takut sakit…”
“Kalo gitu, artinya  kamu gak  percaya aku Rain.. berarti kamu gak percaya aku gakkan buatmu sakit? Sampai kapanpun, gak akan ada yang bisa buat Rain ku sakit…! Masih gak percaya sama aku, Rain?”
Dan kamu membuktikannya. Menukarnya lebih banyak ketika kau pergi…
Mereka membencimu.. dengan kebencian yang gak pernah aku tau. Tak apa jika mereka mencelaku. Tapi kali ini mereka membencimu.. dan hingga nyawa bertaruh kata, takkan kubiarkan mereka membencimu…
Dia adalah syair terindah yang pernah kudengar. Mengalahkan indahnya senandung lagu Sheila on Seven, Bondan/bahkan Bruno mars sekalipun..  Sahabat yang begitu terbuka dalam menyikapi perbedaan pendapat. Menghormati perkataan orang lain meski yang didengar oleh telinganya adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Perbedaan baginya semata ada pada tataran pemikiran dan teori, yang gak pantas menjadi alasan untuk menghakimi orang lain bersalah dan mengklaim diri kita benar. Dan sungguh aku menginginkannya.. Tak butuh hakim-hakim sok peduli yang terus saja memaksaku tuk bilang ”Cukup Tau Aja”.  Tak butuh hakim-hakim sok mengerti yang terus saja memaksaku bicara dalam perdebatan-perdebatan yang tak kusuka. Tak butuh hakim-hakim sok peduli yang terus memaksaku memilih jalan diam dan menjauh dari solidaritas keluarga kedua yang sempat aku punya. Sebab bukankah memang tak ada yang benar-benar tau siapa aku. Selain aku dan Rabb-ku..?
Semoga Allah membuka mata hati mereka. Sehingga yang kulakukan tidak dipahami sebagai kefasikan. Gak aku punya selain doa agar Allah menerangi hati dan perasaan mereka, untuk bisa melihat segala sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Semoga Allah memberikan rasio dan nalar yang cukup bagi mereka, untuk bisa berdiskusi dan bertukar pikiran dengan terhormat tanpa mencela, menghujat dan menghakimi…
“Barangsiapa meninggalkan perbantahan, padahal Ia berada di pihak yang benar, niscaya dibangun untuknya rumah di surga yang paling tinggi. Dan barangsiapa meninggalkan perdebatan sedangkan Ia berada di pihak yang salah, niscaya dibangun untuknya rumah ditengah-tengah surga…”(HR. At-Tirmidzi & Ibnu Majah)

Malam ini,
Diantara gelap mati lampu
Dan bias sinar kendaraan motor melaju.
Aku menantimu…

Hancur.
Rasa itu udah gak ada namanya lagi. Lebih perih diatas perih. Lebih sakit diatas sakit. Lebih sesak diatas sesak. Membuatnya tak sanggup lagi bernafas. Hanya tetes demi tetes embun mengalir dari kelopak matanya tanpa niat berhenti meski segenap penjuru sistem tubuhya memaksanya tuk berhenti berlebihan menanggapi kata-kata para hakim sok peduli sore tadi.
Satu, dua, tiga. Tepat satu persatu teman, adik tingkat dan senior yang dulu sempat memberikannya harapan pada sebuah kebersamaan keluarga baru, kini meninggalkannya dalam bisu. Bukan kritikan mereka yang membuatnya ragu. Tapi Ia benci sudut pandang itu. Benci harus mengenal para hakim yang sok tau dan mau tau dunianya dimasa lalu. Dan, Heiy..!!Darimana mereka tau tentang semua itu? Dari si psicopat itu? ArrgH..! benar-benar terganggu…!

Hhh…
Yang Ia tau, harusnya orang sepertinya tidak layak dilahirkan ke bumi.
Yang Ia tau, harusnya sedari awal Ia tak membuka diri dalam sosiaisasi.
Yang Ia tau, harusnya Ia tau bahwa –patung- selamanya tetaplah patung, yang dunianya tak perlu dimasuki oleh siapapun. Atau sebaliknya, Ia tak perlu mengenal dunia siapapun.

Tak ada yang berubah semenjak keputusannya tuk berubah 3 tahun yang lalu. Ia tetap seorang gadis bodoh yang tiap kali rapuh, hanya bisa menangis dan berharap malaikatnya kembali hadir tuk memberikan pundaknya kedua kali.
Tak ada yang berubah sejak keputusannya tuk berubah 3 tahun yang lalu. Ia tetap seorang gadis bodoh yang tak bisa berhenti menangis ketika merasakan kehilangan/ mendapati dirinya tengah ditinggal…. Ia sungguh membenci perpisahan melebihi kebenciannya pada dirinya sendiri. Perpisahan t’lah membuatnya banyak berbuat dosa. Untuk menyumpahi semua temannya agar bisa dengan bodohnya lulus berbarengan dengan dirinya yang bodoh. Atau dengan tanpa dosa mendoakan seluruh senior-senior di organisasinya  agar tidak menemukan ilham disetiap proses pengerjaan skripsi dan penelitian. Atau dengan sangat ringan bernazar: Jika Ia bisa lebih dulu meninggal dunia, meninggalkan seluruh orang di bumi yang pernah/ tengah dikenalnya, maka Ia akan dengan sangat rela memberi seluruh amalnya di dunia untuk pemberat amal mereka di Yaumul Hisab kelak.
Interaksi efek metamorfosisnya itu tak juga memberi arti, hanya kesibukan dipagi hingga senja hari, dan perasaan tertekan dan hilang kesadaran dimalam hari. Hanya malam hari? Tidak… disaat-saat liburan seperti ini Ia akan lebih sering ditinggal. Dianiaya oleh masa lalu dan mimpinya sendiri.. Bahkan belakangan salah satu subjek interaksinya menyebutnya sebagai seorang gadis egois yang teramat sombong. Ah! kurang menurutnya. Mungkin lebih tepatnya ‘tak tau diri’. Dan lagi-lagi ia ber-hirarki “harusnya orang sepertiku gak pernah tinggal di planet bumi…!!”
Perubahannya 3 tahun yang lalu membuat dirinya kehilangan diri sendiri. Jika saja dulu Ia tak pernah berfikir tuk mencoba dunia baru setelah mimpi dan janji tak terpenuhi, untuk melampiaskan seluruh kekecewaan dan sakit hatinya selama 9 tahun dalam bentuk interaksi dan mencari kesibukan diri tuk melupakan bayan-bayang yang tak sudi dibayanginya lagi, mungkin sekarang Ia tak perlu susah-susah memikirkan kata-kata orang lain mengenai dirinya yang tak pernah peduli. Tak perlu menilik dari berbagai sisi dan sudut pandang orang lain atas ketidaksempurnaan prosesnya bermetamorfosis. Bukankah mereka memang tidak pernah benar-benar peduli? Bukankah semua tak ada yang benar-benar pahami apa yang selama ini Ia alami? Ia mencoba bersikap biasa saja terhadap sikap tak bersahabat mereka atas sikapnya. Toh ini bukan pertama kalinya Ia dihujat lalu pada akhirnya dibenci. Yang harusnya mereka tau, kepribadiannya itu bukan baru saja terbentuk 1 tahun yang lalu… Ini bukan seperti sikap remaja ababil yang baru saja mengenal 1 kegemaran baru lantas dengan pede mengumumkan pada dunia bahwa itu merupakan identitas dirinya yang baru. Bukan..
Dan 3 tahun yang lalu Ia memang tak pernah ingin peduli. Tak pernah ambil pusing berbagai persepsi. Tak perlu sama sekali memahami, karena dirinya pun selama ini tak pernah meminta tuk dimengerti. Untuk apa? Bosan Ia menjelaskan berbagai alibi yang sampai berbusa pun mereka tak akan pernah mengerti. Jadi untuk apa orang lain memahami? Tidak.- Ia tak pernah ingin dipahami-. Biar saja semua cela dan komentar memenuhi hari-hari, dinding hatinya tak sedikitpun bisa digoyahkan oleh ketidak-penerimaan orang lain . Ia telah terbiasa belasan tahun hidup di dunianya sendiri –terbiasa hidup dalam caci maki-..

Jika kau lihat,
Aku menangis sendiri
Di pojok ruang tak berpenghuni…
Kan kau dapati, aku peduli…

Jika kau lihat,
Aku berdiri mematung
Di ufuk keramaian tanpa ujung.
Kan kau dapati, Aku peduli…

Tak peduli yang tak peduli
Tak peduli yang sok peduli
Jika kau lihat, aku menatap
Senyum kalian meski ku sendiri…

Aku Peduli…..

(Rindu Kalian ‘Keluargaku’….)

*Teruntuk yang magrib tadi kehujanan kesekian kali akibat ulah manusia bodoh ini, Terimakasih… (n’ sy gk mgkn marah krn mslh td…)*
_rainbownight artYASA_ Hujan, 4 Maret 2012 19:43

0 Response to "Rindu, Masih tentangmu .."

Post a Comment

Most Popular

Pengikut