PELANGI MALAM (Tentang Sebuah Mimpi Yang Tak Mungkin)


_19/11/11_ 17:37
“Kau hadir dan berlalu
Sesuka hati dan semaumu...
Hmm,, Atau mungkin,,,
Kau memang tak punya hati??”

Gadis yang terlihat tak seperti gadis itu masih terus berfikir keras seraya berjalan mundur sambil sesekali bergumam kecil, lalu berlonjak girang. Tertawa. Lantas diam. Lalu tertawa lagi. Sama sekali tak terlihat seperti seorang gadis. Sementara lalu-lalang orang-orang dan angkutan umum yang hilir mudik disampingnya tak sedikitpun mempengaruhi dunianya saat itu, meski mungkin sebagian besar orang yang tak sengaja memperhatikan tingkahnya, telah men-cap dirinya sebagai OGB alias Orang Gila baru akibat stress atas berbagai matakuliah di kampus.
Yach..., Ia memang tengah gila saat itu, gila karena baru saja memanjat pagar kampus yang menghalanginya melintasi jalan pintas menuju masjid yang dituju, gila karena baru saja memaki sopir angkot yang tetap saja memaksanya naik meski Ia sudah bilang tak ingin naik, gila akibat kegilaan teman-teman dan dosen-dosennya yang tak kunjung membuat hatinya tenang barang sejenak, gila karena permasalahan-permasalahan duniawi yang mengusik datang silih berganti tanpa henti, gila akibat hobinya memahami kepribadian orang lain hingga seringkali berujung penat bagi hatinya sendiri, gila karena baru saja menangkap pancaran warna pelangi di sudut langit universitasnya, dan ini yang paling membuatnya gila saat ini, gila yang memuncak akibat rindunya yang akhirnya terbalaskan. Rindu yang sungguh membuatnya gila,,, GILA...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!



_27/09/2000_
“Kenapa lihat bintangnya kayak gitu, Rain...?” tanya seorang bocah lelaki berseragam putih merah kepada seorang gadis kecil dengan seragam yang sama di sebuah lapangan pasir yang gelap bak hutan.
“Sejak kapan kamu ada disitu??!!”  hardik gadis kecil yang dipanggil Rain tadi
“Kamu takut aku gigit?”
“Kamu bukan serigala. Aku gak takut!”
“Kenapa liat bintang nya kayak gitu?” Ulang si bocah lelaki, lagi.
“Aku gak suka bintang. Aku gak suka kamu. Jadi lebih baik kamu pergi!” Tegas Rain. Garang.
Hening.
“Aku tau kamu sukanya pelangi, suaramu tadi pagi pun dipuji Bu Tanti..”
“Lebih baik kamu pergi..!”
“Teman-teman tadi bukan tertawa karena lagumu, Rain...”
“Tapi memang seharusnya aku gak nyanyi pelangi-pelangi dikelas 4 SD, sementara semua teman-teman sudah menyanyikan lagu sherina/Tasya..!!”
Hening lagi. cukup lama. Hingga di keheningan yang kesekian, bocah lelaki itu tiba-tiba menarik lengan si gadis kecil setengah memaksa, seraya mengajaknya berlari kearah keramaian pasar malam di ujung lapangan.
“Aku gak tau kenapa kamu benci mereka. Kenapa kamu benci berteman. Kenapa kamu benci bintang. Kenapa kamu benci aku. Kenapa kamu benci semua. Dan kenapa sampe malam gini kamu belum pulang ke rumah. Aku memang gak perlu tau. Tapi aku mau kamu janji, kalo malam ini aku bisa bikin kamu ketawa, besok aku harus boleh main lagi sama kamu.” serbu si bocah lelaki. Masih berlari.
Heh!!! Siapa yang mau ma....”
“Lihat Rain....!! kembang apinya udah dilepas!!! keren banget ya!!!” potong si bocah lelaki cepat, hingga memaksa matanya menatap ke arah langit yang ditunjuk.
“Aku kasih tau kamu ya,,, tiap pembukaan pameran kayak gini nich, kamu bisa liat pelangi malam banyak banget di langit..., bagus yah!!” ucap si bocah lelaki. Pelan. lebih seperti bergumam pada dirinya sendiri, tapi cukup untuk membuat mata sang gadis tak berkedip memandang langit..

Tak banyak yang kau ucap, sobat...
Tapi kenakalanmu menguatkanku
Tentang rumah-rumah adat itu,
Tentang rumah-rumah hantu itu...
Tentang komedi putar,
Tentang waktu yang berputar.
Tentang tangismu dan tawaku malam itu,
Tentang persahabatan kita yang 5 bulan itu
Terimakasih...
Meski kata saja tak cukup untuk membalas,
Warna-warni hariku selanjutnya.
Selanjutnya dan selanjutnya
Terimakasih wahai penculik kecilku,,
Wahai Pelangiku....

Tak lama warna itu hilang, Hilang...

Malaikat bersayap turun dari langit,
Menghiasi duniaku dengan cahayanya
Memberi ruang pada hidupku yang sempit,
Memberi arti pada jiwaku yang hampa...

Malaikat putih bawaku terbang ke awan,
Memetik bintang, singgah di bulan
Ciptakan negeri di atas pelangi
Membuatku berseri dan jatuh hati.

Malaikat bersayap pamit ke angkasa,
Tinggalkan aku dalam gulita, berkawan gurita
Dan aku tak berdaya, untuk masih bernyawa.
Lihat..!! malaikat memberiku setengah sayap!!

Malaikat putih melambaikan tangan, lalu pergi
Dan aku mengantarnya hingga ke gerbang langit
Bahagia melepasnya walau tak rela
Lalu kembali ke negeriku semula

Dan....., oOOpPzZ...!!
Aku terjatuh dari singgasana.
Menatap sekeliling, lalu tertawa!
Hahaha... kini Q di dunia nyata!!! (080110)




_25/02/06_
Ia masih menangis dalam do’anya selepas Isya. Tangis pertamanya setelah hampir 5 tahun menahan tangis, walau sesakit apapun yang dirasa..
Sungguh janji itu tak mampu lagi menahan bendungan air matanya. Malam ini tangisannya pecah, pertahanannya runtuh, kekuatannya rapuh, seiring hilangnya dahan tempatnya berpijak yang baru. Yach.. tak lama Ia sadari bahwa dandelion nya kini tlah mati. Ya, mati. Bukan sekedar terbang tinggi terbawa angin lalu pergi jauh mencari tempat bertumbuh yang baru. Bukan. Tapi Ia  t'lah pergi. Pergi dan takkan pernah kembali.
Teringat kembali tawa malaikat ke-2 nya itu minggu lalu. Ketika kehadirannya selalu disia-siakan. Ketika uluran pertemanannya dicampakkan, senyum itu tetap merekah menghiasi lesung pipinya yang dalam. Dan lagi, tak lama setelah senyum tulus itu terbalaskan, tak lama setelah pintu yang lama terkunci itu dibuka, Ia harus kembali merasakan pedihnya kehilangan.......
"Tidakkah kau lihat rintik hujan diluar jendela?
Ia mengiringi kepergianmu yang tak sempat kuiringi
Ia menemani kesunyianmu yang tak sempat kutemani.
Ku tau kau suka hujan,
Dan kau tau ku suka pelangi.
Katamu tempo hari,
Kita dilahirkan tuk saling melengkapi.
Tapi mengapa hujan dan pelangi selalu pergi sesuka hati?
Padahal aku tak pernah meminta kalian datang,
Dan tak akan lagi ku izinkan bila ada yang datang.
Apa yang melatarbelakangimu tuk datang?
Mengapa hadirmu hanya sebentar?
Kapan kau izinkanku tuk bermain kembali?
Memetik puteri salju, menatap terik mentari.
Siapa yang berhak ku tuntut atas takdir yang tak adil ini?
Dimanakah kau tinggal kini, Sobat?
Melekat di tanah tuk hidup kembali??
Bagaimana kau tega membohongi?
aArghH..!! W5+H1,
Seperti teknik dasar wawancaraku saja.
Aku Benci Dunia. Benci kalian. (26/02/2006)



_25/06/11_
“Spion mobil sengaja diciptakan lebih kecil daripada kaca di depan stir, agar kita hanya sesekali melihat ke belakang untuk lebih berhati-hati menatap masa depan, Ia ada bukan untuk menghalangi jalan kita ke depan... ”
Dilemparnya ponsel itu ke atas kasur. Acuh. Pesan singkat yang baru saja dibacanya lagi itu tak sedikitpun mengobati sakit hatinya. Sakit atas tuduhan bahwa Ia tidak hidup di dunia nyata. Hah?? Yang benar saja... Ia merasa hidup di bumi. Di tempat orang-orang lain hidup. Ia merasa berinteraksi dengan orang lain seperti halnya orang-orang berinteraksi. Ia merasa inilah dunianya, dunianya yang nyata. Lalu dimana letak kesalahannya? Apanya yang tak realistis?
“Sebab pelangi malam itu kau sebut duniaku maya? Sebab mimpi-mimpi itu kau bilang duniaku palsu? Sebab dandelion itu kau sebut ini bukan duniaku yang sebenarnya? Heiy, dengar!!  Kalau kau tak bisa  menerima duniaku, silahkan pergi dan berlalu..! Jangan sebut macam-macam tentang duniaku... kau bisa saja makan kacang tanpa memakan kulitnya, tapi jangan harap bisa mengenalku tanpa menerima duniaku. Dunia nyataku.” Monolognya bingar, dengan nalurinya sendiri.

Bagaimana mungkin memori yang tertanam belasan tahun bisa dihapuskan oleh teori yang hanya sesekali? Jangan harap! Dihembuskannya lagi nafasnya untuk kesekian kali. Berat. 

“Jawabanku tetap sama dan tak akan berubah. Ini duniaku bukan duniamu... Kita jauh berbeda, itulah adanya” Iringan lagu Hijau Daun mengalir dari sound handphonenya, Panggilan masuk. Dengan malas, diraihnya Handphone dan mengangkatnya tanpa bicara.
Benar saja. Lawan bicaranya tak jua menyapa. Sunyi. Hanya syair lagu yang sepertinya pernah dikenalnya yang terdengar. Nano_Sebatas mimpi.
Heh!! Kalo mau becanda cari waktu lain hari aja ya!! Atau ntar saya kirimin nomor-nomor handphone yang bisa kamu isengin. Saya lagi gak butuh lelucon!!” Hardiknya Jengkel.
Bukan baru sekali private number itu mampir dan membuat ulah dengan berbagai lagu melankolis yang diputar di ujung telpon. Dan kali ini Ia benar-benar geram. Dilemparkannya kembali Handphone itu ke atas kasur. Biar saja pulsa si pembuat ulah habis, Ia tak mau dengar. Tak mau peduli. Hanya akan menghabiskan energinya saja untuk marah2 dan emosi. Dengan istighfar, Ia Bergegas pergi ke ruang Tv menyimak the primitive runaway kesayangannya pagi ini. Tapi percakapan mengenai dunianya tadi kembali terngiang dan mengusik hati. Ah! Menyebalkannya hari ini...

Ingin sekali  Ia marah, tapi malah tiba-tiba tersenyum. Ingin Berlari tapi berjalan, ingin berjalan tapi diam. Ia bingung dan terus mencari jawaban atas banyak hal yang menjadi pertanyaan-pertanyaan para filsuf dan orang-orang sok pintar di muka bumi ini. Orang-orang yang sok memahami padahal tak mengerti atas apapun. Tercekik pada pengertian sendiri. Termasuk atas dunianya. Apanya yang salah? 

Telah terlalu banyak ku bahasakan
Terlalu banyak ku renungkan
Terlalu banyak mengamati
Hingga terjerat dalam fikiranku sendiri.

Skali lagi hanya ingin tenang,
Hanya ingin Diam
Hanya ingin ‘Kembali’
Meski belum lagi terealisasi
Akibat permainan amanah ku kini” Hhh...



_19/11/11_ 18:01
Masih ditatapnya sang Pelangi di penghujung senja, tak berkedip. Ingin rasanya membawa pulang rangkaian warna pelangi itu ke rumahnya, untuk sekedar dijumpinya kembali meski hanya lewat mimpi.
Namun sial...! senja dengan cepat menyiratkan lembayungnya di langit. Hingga perlahan tapi pasti, warna sang pelangi memudar dan lenyap dibarengi suara adzan magrib yang bersahutan menggema angkasa. 

"Jangan Pergi...
Mengapa kau hanya datang sekejap
Lalu kembali pergi??
Tak iba kah lihat tangis yang hendak membuncak di pelupuk mata?
Jangan pergi...
Biarkan aku melepas rindu sekali lagi
Beri aku waktu semenit lagi,
Tak lama bukan?
Sebentar saja,
Beri aku waktu untuk kembali melepas rindu...
Sampai malam pun pasti kutunggu.
Sebab ku yakin, Pelangi kan kembali hiasi hari
Sebab ku faham kesabaran itu tanpa batas
Dan kau tau aku gemar menunggu
Meski Pelangi enggan hadir bersama mentari,
Enggan datang tepat waktu seperti janji,
Ku Yakin Pelangi malam pun kan lebih indah tuk dinikmati..

rainbownight_artYASA








3 Responses to "PELANGI MALAM (Tentang Sebuah Mimpi Yang Tak Mungkin)"

  1. We Are Family...segera go ke kalimantan...
    ukhwah selamanya...jangan bilang kata "tidak peduli"lagi ya... karna tyas masih punya keluarga SBM-Family...terus senyum dan semangat...

    TERSENGAT!!!

    ReplyDelete

Most Popular

Pengikut