Tiba-tiba teringat kisah 6 tahun yang lalu... Masa-masa SMA
yang gak akan pernah terlupakan... :D
Saat pertama kalinya kudengar secara langsung sesorang
menyampaikan perasaannya padaku. Benar-benar langsung, meski tak bertatap muka,
ini benar-benar terjadi langsung dihadapanku.. Bukan lewat SMS/ telepon seperti
sebelum-sebelumnya... Unik.
Aku memanggilnya dengan singkatan namanya saja, entah Ia
masih mengingatku atau tidak, entah juga kenapa aku merasa perlu untuk
mengabadikan kisah singkat ini disini, mungkin karena terlalu takut melupakan
masa-masa yang (mungkin saja bagiku) indah, atau karena terlalu percaya bahwa
kami tak akan lagi sepenuhnya bersama.
Ia mengenalku saat aku resmi mengundurkan diri dari
organisasi islam sekolah yang pernah ku ikuti, seharusnya kami memang telah
saling mengenal satu sama lain, betapa tidak? Kami berada di 1 kelas yang sama
saat duduk di kelas 2 SMA, tapi, begitulah aku, mana bisa kenal dengan
teman-teman satu kelas (Bahkan satu bangku)? Jika selama sekolah dasar hingga
saat itu, aku memutuskan untuk menutup diri dari sebuah ikatan pertemanan
akibat ingatan pahit masa laluku..
Alasan pengunduran diriku sederhana saja waktu itu, aku
memutuskan untuk berhenti karena ketua umum organisasiku itu berani-beraninya
datang kerumahku beberapa hari setelah perayaan idul fitri, tidak salah bukan?
Itu kan silaturahim? Ya. Bagi kalian mungkin itu bukan sebuah kesalahan. Tapi
bagiku dan orang-orang yang mungkin saja pernah mengenalku, itu adalah sebuah
kesalahan terbesar karena lagi-lagi sejak masa SD hingga lulus sekolah, aku punya
janji untuk tidak akan pernah mengizinkan ada satu teman lelaki ku yang boleh
datang kerumah. Itu adalah janjiku pada diri sendiri, Janji yang mungkin bagi
sebagian besar orang sangat kekanak-kanakan, mengingat berkat janji itu, aku
pun pada akhirnya memutuskan (juga) untuk tidak mengizinkan teman perempuanku
main kerumah, cari aman batinku. Karena selain alasan janji masa lalu, aku pun
ingin teman lelaki pertama yang datang melewati pintu rumahku adalah orang yang
benar-benar akan menjadi suamiku kelak, lelaki yang benar-benar siap untuk ‘memintaku’
dari ayahku, jika saat itu tiba dan ayahku merestui, gak ada alasan lagi bagiku
untuk menolaknya menjadi suami.
Benar-benar sebuah azzam yang konyol ya? Itulah aku. Wajar
dengan segala ke-konyolan itu aku memutuskan untuk mengasingkan diri dari
pertemanan, disekolah, dirumah, yang ku kenal hanya 4 dinding saja. Maka akan
sangat lebih wajar jika aku pada akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri
dari organisasi islam disekolahku itu, walau si ketua umum yang nekat
silaturahim kerumahku itupun, sebenarnya belum pernah benar-benar mencapai
pintu rumahku, baru sebatas luar teras.
Inilah awal perkenalanku dengannya, Ia yang menurut (su’udzon)
ku ditugaskan si ketum untuk membujukku kembali ke organisasi, meski pada
akhirnya tetap saja ku tolak, siapa yang bisa mengalahkan kerasnya hatiku?
Tidak ada. Kecuali 2 orang di dunia ini. Ya. Itulah aku, dulu.
Sejak awal mengenalnya, seisi kelas mulai membuat
gosip-gosip atas kedekatan kami, karena saat itu, gak ada lelaki yang berani
duduk di bangku sebelah tempat dudukku, gak ada yang berani merusak ketenanganku
saat membaca buku _satu-satunya temanku. Tapi Ia tidak, Ia bahkan berani
meminta izin padaku untuk duduk di bangku itu, kemudian memulai percakapan yang
entah apa. Lalu akan menjadi sangat lumrah jika seorang yang di anggap ‘ikhwan’
sekolah dan seorang yang di anggap ‘alien’ sekolah ini di gosipkan karena
tiba-tiba saja menjadi seolah dekat bukan?
Benar-benar lucu saat itu, pertama kalinya aku mendapatkan
sebuah peran yang bukan pendukung, aku selalu saja dipasang-pasangkan dengannya
disetiap kesempatan, bahkan tiap kali ada jalan-jalan kelas ke laut, aku selalu
ditempatkan dalam posisi tidak punya pilihan selain naik di motornya, sementara
teman-teman lain bersiul dan menyanyikan lagu-lagu cinta mengiringi perjalanan
kami. Lucu. Aku masih ingat saat itu, aku kehilangan liontin lumba-lumbaku di
laut, liontin pemberian sahabat keduaku, sangat berharga. Kemudian aku sibuk
mengelilingi pantai menelusuri jejak hilangnya liontin itu. Tetap gak ketemu.
Putus asa. Ku putuskan untuk mengalihkan kekecewaan dengan berburu batu karang
berbentuk huruf ‘Y’ dan juga mencari kepiting-kepiting kecil di antara batu
karang.
Berhasil. Aku sedikit lupa dengan liontinku. Dan saat kami
hendak pulang kembali ke rumah, teman-temanku sibuk mencari sosok’nya’ yang
tiba-tiba saja hilang, lalu tak lama kembali dengan membawa kepiting
warna-warni yang jauh lebih besar dan indah dari punyaku. Ingin tertawa rasanya
saat mengingat momen itu. Kepiting tanda cinta kata teman-temanku, saat mereka
bersorak melihat’nya’ memberikan kepiting itu padaku. Dan kami pulang berkonvoi
motor kembali dengan iringan lagu roulette _Aku jatuh cinta, yang di ubah
liriknya dengan menyebut nama kami berdua. Sungguh lucu..
Sampai akhirnya tiba pada saat menyedihkan itu. Saat dimana
ia beberapa kali menjelaskan padaku melalui telepon/sms, bahwa ada yang ingin
ia sampaikan, yang akhir-akhir ini mengusik hatinya bahkan tak berkurang saat
ia telah curhat ke salah seorang mbak tingkatku di organisasi islam sekolah ku
itu. Ada apa? Sedikit banyak aku bingung. Gak mengerti apa-apa.
Sampai pada keesokan harinya, ku tepati janji untuk datang
mendengarkan curhatnya di mushola sekolah kami, hanya berdua, di sekolah yang
sepi karena teman-teman sudah pada pulang sementara kakak tingkat kami di kelas
3 tengah melaksanakan les tambahan untuk menghadapi UAS beberapa bulan yang
akan datang.
Benar. Hanya berdua. Meski kami berada di lain sisi karena
terpisah hijab mushola, ghadul bashar maksudnya. Apa yang akan kudengar
selanjutnya sama sekali lain dari apa yang telah aku bayangkan sejak semalam,
percakapan yang pada akhirnya menjadi hijab sesungguhnya pada kehidupan kami
selanjunya.. percakapan yang gak akan
pernah ku lupa.
Dia: Ana (saya) VMJ sama anti (kamu).
Saya: VMJ itu apa?
Dia: Beneran gak tau??
Saya: (diam)
Dia: VMJ itu virus merah jambu..
Saya: Virus merah jambu itu apa? (dengan nada oon)
Dia: Beneran gak tau???
Saya: (Diam)
Dia: Virus merah jambu itu cinta... bla.. bla.. bla....
Selanjutnya, aku udah gak bisa mendengarkan lagi apa
ucapannya, aku serasa gagu. Hei. Cinta? Bukankah sudah kujelaskan dulu di awal bahwa
kata itu adalah sebuah kata yang teramat ku benci dalam hidup? Bukankah kata
itu yang selama ini aku hindari hingga memutuskan untuk melarikan diri dari
sebuah ikatan pertemanan? Bukankah kata itu yang menjadi awal penyesalanku saat
harus kehilangan sahabat kedua yang teramat ku sayang? Kata itu.. mengapa harus
Ia ucapkan? Bukankah ini artinya aku (seperti sebelumnya) harus kembali
memutuskan silaturahim pada semua yang mengucapkan 1 kata nestapa itu padaku?
Dan hei.. Kakiku tiba-tiba saja berjalan mengikuti apa kata hati.. Aku pergi,
meninggalkannya yang entah masih bicara apa di balik hijab. Aku pergi, dengan
air mata mengalir di pipi. Membayangkan harus sekali lagi memutuskan
silaturahim pada orang yang hampir saja bisa membuatku percaya akan arti ikatan
pertemanan sejati. Aku pergi...
Dan keesokan hari dan esok harinya lagi sudah terbayangkan
apa yang terjadi pada kami...
Sebuah kisah masa putih abu-abu yang sungguh unik dan takkan
pernah terganti.. Kisah yang lagi-lagi membuatku merasa perlu untuk lebih
waspada pada teman lelaki..
0 Response to "Virus Merah Jambu (VMJ) "
Post a Comment