Bukan Sang Hakim
By: Maidany
Semalam terasa indah bersamanya
Suasana damai penuh ceria
Saling berbagi kisah kenangan dunia
Namun kini……..
Hari-hari berjalan terasa berat
Ada ketersiksaan di dalam dada
Pertemuan bagai beban derita
Sulit untuk terlukiskan oleh kata
Karena perasaan yang bicara..
Yang bicara…
Reff: Melihat wajahnya…..
Mendengar suaranya…..
Tersebut namanya…..
Benci…..
Bukalah mata hati, bukan mata benci
Kita bukanlah Sang Hakim
Yang layak untuk menghukum
Kita juga pernah tersalah, dan bersalah
Bencilah sekedarnya
Maafkanlah kekhilafannya… walau…
Back to reff..
Kita bukanlah manusia yang sempurna
Janganlah merasa seolah tanpa noda
Kita hanya manusia yang penuh khilaf salah
Maafkanlah ia bila hatimu terluka
Karena kita bukan sang hakim…
Teruntuk yang Pernah
Ku Lukai dan Melukai ku…
Ini bukan surat, bukan pula curhat. Hanya sedikit itikad
baik tuk meminta maaf, dari setitik ‘sisa’ hatiku yang masih putih, tuk
menyambung kembali tali silaturahim kepada kamu, kamu dan entah kamu keberapa yang pernah kusakiti, atau menyakitiku…
Untukmu yang pernah kupercayai dan mempercayaiku…
Untukmu yang pernah ku temani dan menemaniku..
Untukmu yang pernah kujaga dan menjagaku…
Untukmu yang pernah kubagi dan menjadi bagian hidupku..
Untukmu yang kemudian ku benci dan mungkin juga sangat
membenciku.
Maaf atas segala keangkuhan ku, atas segala permintaan,
bahkan permohonan maaf darimu yang tak pernah sedikitpun mampu menyentuh bagian
hatiku yang masih kaku dan ragu.. Ragu atas kesungguhanmu meminta maaf, ragu
atas keteguhanmu berjanji “Takkan mengulangi kesalahan lagi”.. dan ragu, atas
KESEMPATAN KEDUA, untuk kembali menjalin tali silaturahim, sebuah tambang
pertemanan.
Argh! Harusnya kamu tak perlu begitu.. tak layak meminta
berulang kepada hati yang terlalu keras melebihi batu.. Harusnya aku yang
meminta maaf karena telah membiarkanmu masuk kedalam duniaku.. Duniaku yang
terlalu banyak aturan, terlalu banyak persyaratan, terlalu banyak kerumitan,
terlalu banyak pasal, dan sungguh, TERLALU..!
Bukan hati tak mau mengerti, saat kau melanggar janji-janji
dari salah satu ‘garis terlarang’, aku paham mungkin itu hanya sekilas khilaf
atas sifat alamiah mu sebagai seorang manusia, sebagai seorang hamba..
Tapi, seperti yang telah kujelaskan tadi, aku mungkin tak
layak lagi disebut ‘masih punya hati’,
kalau saja benda keras itu masih layak disebut hati. Karena setelah tersadar
seperti ini, rasanya malu, maluu sekali untuk memintamu kembali, kembali menata
indahnya silaturahim..
Meski 3 syarat itu masih berlaku hingga kini, harusnya tak
ada alasan bagiku tuk enggan mencoba kembali pertemanan, pertemanan yang dengan
tega terhenti hanya karena masalah klasik: Perasaan. Bukankah sudah fitrahnya?
Bukankah sudah sewajarnya seorang adam menelisik hati sang hawa? Tidak. Aku
paham kau tak perlu jawaban, Aku Paham mungkin semua hanya gurauan. Tapi akan
menjadi sangat tidak wajar kalau soal remeh seperti itu, menjadi akar
permasalahan, pemutus rantai pertemanan..
Untukmu, teman SD ku yang baik hati, semoga maafku ini
terdengar olehmu di Surga sana..
Untukmu, dua orang teman SMP ku yang lembut hati, semoga
tulisanku beredar di Berandamu dan
masih ada niatan darimu tuk membacanya..
Untukmu, teman ‘pena’ ku yang sekarang entah dimana, meski
kutulis ini bukan dengan pena, semoga permintaan maafku ini dapat kau baca, entah gimana caranya..
Untukmu, 4 orang teman SMA ku. Oh maaf, teman yang ku kenal semasa SMA maksudku, maaf telah lancang memutus
pertemanan tanpa sebuah penjelasan..
Untukmu, seorang teman dibangku perkuliahan, yang bahkan
sekelas denganku, namun aku seperti terlalu ‘alergi’ melihatmu, maaf…..
Maaf karena telah bersikap layaknya hakim yang begitu
SOMBONG menghakimi mu.. Ah! Bukan sombong, tapi ANGKUH!! Atau mungkin, ada kata
lain yang lebih pantas kuterima lebih dari itu?
Mohon maaf atas keMahaAngkuhan ku itu, atas kepengecutan ku,
karena sampai detik ini, ‘kesadaran’ ku ini tak jua mampu menyeretku berlutut
memohon maaf langsung dihadapanmu, hingga hanya mampu membuatku berlutut
berserah diri dihadapan_Nya, atas segala dosa yang bertahun-tahun melekat dalam
diri yang teramat jauh dari kata suci, teramat jauh dari kata peduli..
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan Silaturahim,
artinya orang yang memutuskan persaudaraan”. (HR. Bukhari Muslim)
Hhh…. Harusnya dalil ini saja sudah cukup membuka mataku,
sudah cukup menyadarkan hati ini sejak lama, bukan sekedar lewat saja di
telinga dan berlalu dari hati. Untuk kamu, kamu, kamu, dan entah kamu yang
keberapa, mohon maaf walau mungkin sudah terlalu sulit tuk dimaafkan.. Kalau ketemu jangan saling berpaling muka
lagi ya! Kita mulai semuanya lagi dari NOL. Meski lagi-lagi, peraturan-peraturan itu masih saja
berlaku dan diberlakukan, entah sampai kapan :)
Terimakasih kepada ‘malaikat terakhir’ ku, yang telah
membuatku tersadar akan pentingnya silaturahim dan kesempatan Kedua..
Terima kasih kepada ‘Sahabat Pertama ku’ yang tak
henti-hentinya menabur mimpi disetiap jengkal nafas dan janji kehidupan..
Terimakasih kepada ‘MAIDANI’ atas lagunya yang berjudul ‘Bukan
Sang Hakim’, yang perlahan mampu menguak kesadaranku dari dalam perut bumi,
hingga akhirnya berhasil memenuhi permukaan hatiku tuk ingat mati, ingat diri,
diri yang seharusnya sejak lama sekali memohon maaf atas kesalahan-kesalahan
ini.. (Walau nada lagunya aneh, tapi
liriknya sangat menyentuh lho, hehe)
Hmm.. andai ada yang mengerti bahasa tangis, mungkin aku tak
perlu menulis sebanyak ini..
Rainbownight_artYASA (210113, 15:38)
kok dak muncul koment sy ihh,
ReplyDeletesy na dak disebut atuh,
dak msuk hitungan,
btw blog nya bagus yahhh :D
:)
ReplyDeletemaksih buat phi